Saat mengunjungi Bantimurung, hal yang paling membuat
nyaman adalah air terjunnya. Saat mendekatinya gemuruhnya membuat suasana
menjadi hangat.
|
Mengunjungi Bantimurung, seperti mengunjungi bagian daratan
lain di Sulawesi Selatan. Sejuk dan memikat, ibarat taman firdaus Nabi Adam
sebelum diturunkan ke bumi. Di sana ada air
terjun, gunung-gunung karst yang terpisah seperti pulau, tebing batu, dan kupu-kupu.
Pada tahun 1857 seorang naturalis Inggris, Alfred Russel
Wallacea mengunjunginya, dan menulis tentang kehebatan taman cantik itu. Wallacea
menemukan beberapa serangga mengagumkan, kupu-kupu adalah yang paling menarik
hati. Dia mencatat ratusan spesies serangga dan menggambarkan kupu-kupu Pappilio androcles yang cantik.
Androcles digambarkan seperti sebuah layang-layang dengan ekor panjang yang cantik. Saat hinggap dipucuk tanaman, ekornya akan bergoyang naik turun , membuatnya melayang. Adrocles begitu menjaga dirinya agar tak cedera.
Pada masa itu Wallace mencatat tak kurang dari 270 spesies
kupu-kupu yang menghuni Bantimurng. Kemudian pada 120 tahun kemudian, Anis
Mattimo, seorang peneliti dari Universitas Hasanuddin, Makassar,
mengidentifikasi jenis yang terisisa 103 spesies kupu-kupu. Hasil berbeda
ditemukan Profesor Mappatoba Sila dari Universitas Hasanuddin, tahun 1997 berjumlah
147 jenis.
Setahun setelah penemuan Mappatoba, Profesor Amran Ahmad yang melakukan peneletian serupa hanya mampu mencatat 80 jenis spesies kupu-kupu. Sungguh mencengangkan.
Saya bertemu dengan Amran Ahmad pada Desember 2010. Dia menjelaskan
banyak faktor yang membuat penurunan jumlah kupu-kupu. Salah satunya karena
pakan makanan tak tersedia yang dimulai dari telur, ketersediaan tanaman atau
daun untuk tempat bertelur dan ulat.
Setiap spesies kupu-kupu pun membutuhkan jenis pakan
berbeda. Untuk jenis Papilio, pakan telurnya adalah sitrus (tanaman dari
jeruk-jerukan). Dan ketika sudah
bersayap, semua spesies kupu-kupu bisa melahap semua jenis tanaman bernektar.
Sementara usia kupu-kupu paling lama 50 hari. Dimulai dari
fase telur hingga kepompong, selama 23 hingga 28 hari. Dan untuk terbang bebas terbang
bebas di alam usinya hanya 18 hari.
Asumsi lainnya, menurut Amran kondisi alam yang tidak seimbang
membuat kupu-kupu tak betah. Kupu-kupu harus membutuhkan lingkungan yang bersih
dan tidak begitu ramai. Tapi saat saya mengunjungi taman wisata Bantimurung pada Sabtu, 6
April 2012 jumlah pengunjung ke taman wisata alam itu disesaki ribuan orang. Dari
mulai anak kecil, remaja, hingga orang tua.
Di kawasan itu, ada beragam fasilitas permainan yang
disediakan, dari mulai kolam renang anak, ban untuk berenang, permainan
outbound, hingga fasilitas bernyanyi dengan sound besar. Kawasan Bantimurung yang
dikelola oleh pemerintah daerah, tak
pernah membatasi jumlah pengunjung. Sampah-sampah terlihat dimana-mana, ada
bungkus rokok, sisa makanan, hinga kantong kresek. Pemda hanya berfokus pada
pendapatan daerah dari tiket pengunjung mencapai Rp 3 milyar setiap tahunnya. Dan
untuk tahun 2010 targetnya dinaikkan menjadi Rp 7,7 milyar.
Beberapa fasilitas yang disiapkan pemerintah daerah untuk meningkatkan kunjungan ke Bantimurung. |
Padahal secara nyata, beberapa fasilitas utama pendukung,
seperti museum kupu-kupu sudah mulai tak terawat. Koleksinya sudah mulai
dimakan rayap, rak-rak penyimpanannya pun hampir dipastikan semuanya lapuk.
PARKIRAN dekat pintu utama memasuki kawasan Bantimurung itu
disesaki kendaraan, roda dua dan roda empat. Di sisi lainnya berjejer warung
makanan, penjual jagung bakar yang tak hentinya mengepulkan asap, hingga toko
pernik hiasan dari kupu-kupu.
Koleksi kupu-kupu yang dijual di sepanjang jalan masuk
Bantimurung begitu beragam, ada puluhan jenis spesies yang telah terawetkan. Ada
juga beberapa anak muda, begitu sigap mendatangi pengunjung yang baru datang,
menawarkan jasa pengawetan kupu-kupu yang disisipkannya di dalam tas.
Saya juga melihat tiga orang bocah memegang gala yang
ujungnya diberikan jaring, untuk memburu kupu-kupu. Mereka berkeliaran di
sekitaran kawasan Bantimurung.
KETIKA saya dan tujuh orang kawan lainnya akan meninggalkan
Bantimurung, tiba-tiba kami dibuat kegirangan melihat seekor kupu-kupu berwarna
putih terang terbang disisi lain aliran sungai. Suka cita bukan main tiada
taranya. Itu, Papilio androcles.
Androcles itu,
terbang rendah. Hinggap di bebatuan dekat pinggiran sungai. Hinggap di ban,
hingga di tanaman kecil. Orang-orang lalu lalang, tak memperhatikannya. Kami berjalan
cepat menghampirinya, tapi dia lebih cepat menghilang. Akhirnya hanya memotret beberapa
kupu-kupu kecil lainnya.
Tempat melihat androcles
itu muncul hampir sama dengan penggambaran Wallacea 155 tahun lalu. “Di
sepanjang jalan setapak antara air terjun pertama dan kedua, serta di tepi
lubuk, saya menemukan berbagai serangga. Lusinan kupu-kupu besar
semi-transparan, Idea tondana,
terbang dengan santainya. Saya juga berhasil mendapatkan spesies serangga yang saya
idamkan tapi tak menduga akan saya temukan di sini. Serangga yang saya maksud
adalah jenis Papilio androcles,
kupu-kupu terbesar dan terlangka diantara jenis kupu-kupu berekor layang-layang,”
tulisnya di buku Kepulaun Nusantara (The Malay of Archipelago).
Sebelum memasuki gerbang utama kawasan wisata Bantimurung, ada puluhan stand yang menawarkan kupu-kupu pajangan yang sudah diawetkan. Jumlahnya mencapai ribuan dan dari beragam jenis. |
Kegirangan saya melihat androcles
itu seperti melihat keajaiban. Sebab inilah kali pertama saya juga bisa
menjumpai androcles itu meskipun
hanya seekor, dari puluhan kali kunjungan saya ke Bantimurung.
Di daerah sekitar androcles
itu terbang rendah saya memegang kamera dan berharap dia datang kembali. Tapi itu
sudah mustahil, teriakan pengunjung, percikan air, hentakan saling kejaran,
mungkin membuat androcles membatalkan
niatnya.
Saya mencoba memasuki dunia Wallacea saat menemukan itu. Mencoba
menutup mata dan duduk, tapi hanya berhasil beberap detik. Saya tak dapat
konsentrasi.
Di pintu keluar kawasan Bantimurung, saya menoleh melihat beberapa
pigura yang diisi oleh beragam kupu-kupu. Saya melihat beberapa jenis Papilio androcles cantik dan mengagumkan, tapi tak segirang ketika
melihatnya terbang di dekat air terjun.
kecewa,
BalasHapussaya juga kecewa saat beberapa bulan lalu ke bantimurung. sejak dari gerbang sampai ke goa, lalu menyusur jalan balik. hanya 2 kupu2 yang saya lihat. tidak tahu jenis apah. sayapnya tidak besar, warna kuning....
sepanjanng jalan melewati los-los kios menjual cinderamata, saya hanya memandang iba mlihat kupu-kupu dimumikan dlm bingkai kaca, dibuat hiasaan atau pajangan. cantik memang tapi, tidak hidup!
Tidak hanya itu Novi, ternyata pengelolaan kawasan Bantimurung dilakukan oleh pemerintah daerah, retribusi tiket masuk saja tiap tahun ditergetkan minimal Rp3 miliar. Tahun 2010, bahkan hingga Rp7,7 miliar.
BalasHapusArtinya ini berbanding terbalik dengan keinginan para peneliti kupu-kupu yang mengusulkan untuk pembatasan pengunjung. Sebab aktifitas seperti membangkar ikan, membuang sampah, akan mengurangi minat kupu-kupu...