Pengantar Surat Cinta
Pekan lalu saya dan
Tika berencana membeli kertas untuk menulis surat cinta. Namun di salah satu
toko alat tulis yang cukup lengkap di Makassar ternyata tak menyediakan keinginan itu.
“Ihh, masa kertas begini,” kata Tika.
“Ih masa model surat
cintanya begini,” lanjutnya.
Singkat kata, Tika tak
menyenanginya. Akhirnya kami memutuskan tak belanja kertas dan amplop surat
cinta. Bagaimana dengan rencana kami berkirim surat cinta? Nah siang tadi,
ketika hendak menuju Belopa dari rumah keluarga saya di Suli, saya berpikir
untuk tetap menulis surat cinta. Tidak melalui kantor pos dan perangko,melainkan
melalui jejaring sosial facebook.
Saya berharap, ketika
saya menulis surat, Tika akan membalasnya. Saya akan menuliskannya di laman
notes lalu men-tag namanya. Begitupun sebaliknya saat dia membalas surat itu.
Nah, sekarang mari memulainya.
Dear Sartika, yang jauh dipelupuk mata.
Salam damai selalu untukmu,
Sudah hampir dua bulan ini saya tinggal di rumah keluarga.
Seperti biasa, seperti apa yang kita bicarakan di telfon dan sms, ada banyak
hal membuat proses kerjaan terhambat. Dan seperti biasanya lagi, mari kita
berdoa untuk semua agar berjalan baik dan lancar. Semesta selalu mendukung
penghuninya yang tahu diri.
Saya akan menceritakan padamu tentang kegiatanku selama
hampir dua bulan ini. Tapi sebelumnya saya ucap maaf sayangku, baru kali ini
menulis surat untukmu. Harap kau mengerti. Kepalaku bagai ditumbuhi lumut ide,
namun tak cukup mampu saya memupuk dan merawatnya agar tumbuh menjadi catatan.
Dan kini, penggalan-penggalan ingatan itu akan kurangkai
sekuat tenaga, mungkin saja bisa jadi bahan tawa dan hiburan saat suntuk.
Awal bulan lalu, ketika saya pulang ke rumah di Suli, saya
merasa kembali didekap kehangatan. Pagi-pagi sekali Mama membangunkan salat
subuh, pun pada hari Jumat akan ngomel untuk mengingatkan salat Jumat. Ini
mengingatkan saya pada kejadian beberapa tahun lalu, ketika semua pakaian, uang
jajan masih disiapkan Mama. Di rumah, saya merasa selalu menjadi anak kecil
yang bahagia. Makan dengan riang dan kadang bersenda gurau dengan mama.
Tapi sendagurau itu tak bertahan lama, sebab pembicaraan
selalu saja beralih ketika Mama mengingatkan akan usia. Sudah saatnya
menikah,hehehe. Tapi soal nikah saya tak akan menuliskan disini bukan.
Tika,
Saya ingat betul, pada pekan pertama di kampung dan
berangkat salat Jumat, Nenek Kapala (Kepala Dusun) mengumumkan perintah untuk
warga agar membuat patok-patok kecil di depan rumah, sebagai pion penanda bahu
jalan. Tingginya 40 sentimeter. Artinya dengan panjang halaman, di depan rumah
berarti akan ada 6 buah pion.
Minggu selanjutnya, saya menunaikan tugas dan perintah Nenek
Kapala itu. Saya mengelupas batang kayu yang sudah dipotong pemberian tetangga.
Kemudian menggali lubang tanam. Lubang tanam itu sekira 30 sentimeter,
menggunakan linggis. Dua lubang sudah tergali dan keringat mulai bercucuran.
Dan akhirnya tiga lubang dengan sedikit memaksakan kemampuan akhirnya usai
juga. Pion sudah terpasang. Dan jemari tangan mulai kaku.
Tapi otot bahu mulai tegang dan lengan juga semakin
gemetaran. Saya tak melanjutkan menggali tiga lubang lainnya. Saya benar-benar
kelelahan. Mama memberi saya ucapan tawa yang mengejek. Ternyata menggali
lubang hanya beberapa jam energinya lebih besar dari menulis laporan selama
seminggu, hihihi.
Tapi cukuplah, itu cerita memalukan saya.
Kini, pada saat bersamaan saya menulis surat ini, saya
sedang bersantai di warung M2ARS di Belopa. Menghadapi laptop dan meneguk kopi.
Saya memilih duduk dengan menghadap arah jalan, tempat mobil melaju jika hendak
ke Makassar. Sengaja saya memilih demikian, agar pandanganku dapat melesat ke
Makassar. Meskipun saya tahu, ada sekira 350 km, dari tempat dudukku dan tempatmu
bersiap membaca surat ini.
Tika,
Banyak hal yang kita lalui dalam perjalanan hubungan kita.
Menjelang sembilan tahun bukan. Tapi setahu saya, cara paling bahagia saat kita
saling ingin meluapkan kesenangan dengan menuliskan cerita. Kado dan hadiah
kita adalah catatan. Sederhana dan berwibawa.
Pada saat bersamaan, ketika kita berencana untuk
menceritakan masalah yang tersendat, selalu terlupakan saat kita bertemu.
Kadang-kadang kita bertengkar di telfon dan sms. Namun saat bertemu masalah itu
seperti berlalu begitu saja. Kekhawatiran-kekhawatiran kita seperti terbuang
dalam luapan tawa.
Untuk itulah sayangku, di warung kopi ini, saya
membayangkanmu berada di sampingku. Dan sirna lah semua kebekuan, sirnalah
semua kebencian.
Sekian dulu, saya menunggu balasanmu.
Salam hangat dari kekasihmu,
Balasan dari Tika.
Untuk Eko, kekasihku tersayang...
Saya senang sekali menerima surat darimu. Ketika membacanya,
saya seolah-olah melayang dan tak sabar ingin membalasnya. Untuk bercerita dan
mengabarkanmu setiap hal yang telah terjadi.
Sayang sekali, ketika kita mencari kertas di toko itu, tak
ada yang benar-benar menarik untuk menjadi saksi cerita-cerita kita. Tapi tak
apa, kita masih bisa menulis surat cinta melalui facebook.
Eko, sayangku...
Ceritamu tentang menggali lubang sangat lucu. Pantaslah
mamak tertawa. Saya pun tertawa membacanya.
Saya senang sekali mendengar kamu bahagia berada di kampung. Nikmatilah
dan jangan terlalu berpikir banyak hal yang dapat membuatmu sulit
bersenang-senang. Saya yakin semesta telah menyiapkan hadiah kejutan yang
banyak untukmu. Tenanglah... Bukankah kita sudah membicarakan mengenai
pekerjaan itu saat kita begitu lahapnya makan di sore itu saat kau bersamaku.
Saya ingin bercerita juga tentang hari-hari bahagiaku.
Semoga kamu ingin membacanya dengan bahagia pula.
Sudah satu minggu ini, saya pindah ke kost yang baru.
Tempatnya begitu nyaman. Kamarnya luas dan memiliki kamar mandi di dalam kamar.
Di depan pintu ada balkon. Ketika pagi, saya bisa menyaksikan dengan nyaman
daun-daun pisang dan pohon-pohon yang lumayan tinggi. Angin membuatnya
bergoyang seolah menyambutku dan mengucapkan selamat pagi. Di sini pun begitu
tenang. Tak ada yang menyalakan radio begitu keras, seperti di kostku
sebelumnya. Suara keras hanya kudengarkan dari mesjid saja saat adzan dan
ketika mereka memutarkan lagu-lagu nasyid.
Saya bersyukur sekali mendapatkan tempat yang nyaman. Saya
bisa menulis dalam kedamaian. Termasuk saat menulis surat ini untukmu.
Hanya, sesekali saya begitu merindukan Benteng Somba Opu.
Rumah Bapak Serang. Dia dan istrinya begitu baik memberiku tempat tinggal
sebelum saya mendapatkan kost ini. Rasanya, seperti sedang berada di rumah
sendiri bersama bapak dan mamak. Ia telah menganggapku sebagai anaknya sendiri.
Makan seperti apa yang mereka makan. Juga berdiskusi setiap hari. Ia
mengajarkanku banyak hal. Tentang siri’na pacce. Tentang pertahanan. Tentang
kebaikan dan keburukan.
Eko...
Saat ini saya pun begitu sedih dan gelisah. Pada Kamis lalu,
saya menuliskan komentar pada salah satu status di facebookku. Komentar itu
mungkin menyakiti hati seorang temanku. Saya begitu merasa bersalah.
Mungkin
saya kurang berhati-hati saat menulis. Tapi sesungguhnya tak ada niatku untuk
menyakiti hati siapa pun. Kaupun tahu bagaimana sifatku.
Hingga hari ini, hatiku kian bersedih. Betapa bodohnya saya
yang mungkin bersikap ceroboh. Saya mengirimkan pesan padanya. Melalui sms dan
mengirimkan pesan ke facebooknya. Namun tak ia balas. Saya mungkin harus
bersabar dan berdoa; semoga semua baik-baik saja.
Saya mencoba meminta pendapat dari beberapa teman mengenai
itu. Mereka mengatakan ini hal yang biasa. Mereka menganggap komentarku tak
berlebihan. Tapi saya sadar, tak semua orang beranggapan yang sama. Kita
diciptakan berbeda-beda. Saya akan menunggu saja, hingga tiba saatnya saya
mesti bersikap.
Kekasihku yang jauh di sana...
Setahun lebih sudah kita berjauhan. Kau tahu, betapa rindu
ini tak pernah hilang untukmu. Seperti katamu, telah banyak hal yang kita lalui
bersama. Susah, senang dan marah. Tapi kita mampu melaluinya. Kita masih
bersama dan saling mencintai.
Kau selalu menjadi obat bagiku. Mendukungku dalam segala hal
dan mengkritikku saat saya berbuat salah. Kita begitu serasi hingga mengalahkan
pasangan Romeo dan Juliet.
Saya berharap dan selalu berdoa untukmu. Untuk kesehatan dan
kebahagiaanmu. Semoga semesta selalu melindungi kita dimanapun kita berdua
berada.
Salam tersayang selalu untukmu..
Dari kekasihmu,
Tika
Akhirnya tiba juga tulisan bang Eko di blog. Rindu akhirnya bisa terobati...ditunggu tulisan selanjutnya bang...
BalasHapusHi Arfah, terima kasih sudah mampir. Doakan saja semoga selalu menulis..
BalasHapusAmin.....
BalasHapusThe dealer doesn’t want to hear 코인카지노 about your issues, and simply because they're pressured to hear doesn’t imply they prefer it. You received a problem with one other participant, you get model new} desk, not the opposite participant, even when you sat down first. If your hair identifies you with any group, subculture, region, ideology or concept, then it’s incorrect for gambling. The concept is to be presentable, and hopefully barely engaging. The common gambler is superstitious, and in the end not very smart.
BalasHapus