Malam pertengahan
Februari 2022, pesan masuk dari seorang kawan, disertai dengan link
berita. Komunitas masyarakat Rongkong melaporkan, Iriani, seorang peneliti
dari Balai Nilai dan Pelestarian Budaya (BNPB) Sulawesi Selatan, karena
dianggap menghina.
Saya terhenyak.
Sungguh benar-benar kaget. Lalu menghubungi beberapa kawan yang kemungkinan
kenal dengan Iriani. Benar saja, saya mendapatkan akses jurnalnya secara utuh. Dan
sebenarnya dapat diunduh. Saya membacanya dengan pelan dan hati-hati. Lalu
menemukan paragraf yang menjadi pangkal masalah.
Saya kutipkan
dengan utuh: “Secara tradisional orang Rongkong masuk dalam strata kaunang dan maradeka. Sehingga orang Rongkong tidak dapat menjadi datu atau
raja, namun hanya sebagai prajurit perang Kedatuan Luwu pada masa lampau.”
Kalimat ini
kemungkinan besar memang dapat melukai hati masyarakat Rongkong. Namun, apakah cukup
dengan satu paragraf itu membuat Iriani harus dilaporkan ke polisi? Mari melihatnya;
penelitian itu diterbitkan, jurnal WALASUJI
yang juga dikelolah oleh BNPB, pada Volume 7, No.1, Juni 2016. Judulnya, Mangaru
Sebagai Senin Tradisi di Luwu.
Pada abstraknya,
penelitian itu bertujuan untuk menjelaskan makna tari tradisi Mangaru di Luwu. Iriani menggunakan
metode kualitatif, dengan wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi
kepustakaan.
Hasilnya,
bahwa Mangaru, yang ditarikan oleh
masyarakat Rongkong menggambarkan keperkasaan pasukan prajurit kerajaan masa lalu.
Tarian ini juga menggambarkan bagaimana hubungan antara kerajaan dan masyarakat
Rongkong. Dan tarian itu mengandung makna dan nilai-nilai dari masyarakat Rongkong.
Selebihnya, penelitian itu mengulas bagaimana tata cara tari itu digelar. Apa saja
perlengkapannya, kostum, musik, hingga cara melaksanakannya.
Lalu paragraf
yang dilaporkan ke polisi itu, berada dalam subjudul Stratifikasi Sosial,
halaman 113. Pada laman ini, ada tujuh paragraf, yang menjelaskan soal
stratifikasi kelas di Luwu. Dimana lapisan atas bergelar Opu. Lapisan menengah yakni Daeng. Dan lapisan bawah adalah To Maradeka dan Kaunang.
Iriani dalam
sub penjelasan itu mengutip satu narasumber, yakni Andi Sanad Kaddi Raja, pada 22
Februari 2011. Dan kemudian mengutip Chabot (1984:196) tentang pembagian kelas
sosial. Belakangan Kaddi
Raja membantah telah mengeluarkan pernyataan itu.
Jika Iriani
memiliki rekaman wawancara, maka itu bisa membuatnya selamat. Namun, jika
tidak, ini akan membuatnya menjadi semakin rumit. Tapi apakah dia memiliki
catatan saat wawancara dengan Kaddi Raja, itu juga bisa membantunya.
Terlepas dari
keliru, ataupun lemahnya penelitian itu – jika memang demikian – seharusnya tidak
disikapi lewat ranah pidana. Dan membawanya ke polisi bagi saya adalah prseden
buruk dalam dunia literasi Indonesia.
Surat pada 25 November 2021, BNP membuat surat perihal Permohonan Maaf atas Publikasi Walasuji, dan menyatakan empat poin:
1. Menarik seluruh publikasi jurnal Walasuji volume 7 No.1, Juni 2016 khususnya artikel berjudul "Mangaru Sebagai Seni Tradisional di Luwu" dan mengajukan permohonan maaf secara terbuka.
2. Melakukan revisi artikel "Mangaru Sebagai Seni Tradisional di Luwu" sesuai dengan kaidah ilmiah dan melalui pemeriksaan pakar budaya dan sejarah masyarakat Rongkong.
3. Membuka ruang diskusi secara terbuka yang bertujuan meluruskan informasi tentang adat Rongkong dan disiarkan di seluruh kanal media sosial BNPB Sulawesi Selatan.
4. Mendorong program-program pengkajian lebih lanjut terutama terkait nilai-nilai budaya masyarakat Rongkong.
Dan apakah BNPB telah melaksanakan isi surat itu? Tak jelas, tapi artikel itu sampai sekarang masih bisa ditemukan di kanal lembaga, tanpa perbaikan.
Namun perihal stratifikasi sosial masa lalu, Leonard
Andaya, The Herritage of Arung Palakka
yang kemudian diterbitkan Inninawa menjadi Warisan Arung Palakka, pada Bab IV mengenai
Perjanjian, juga menggambarkan bagaimana sistem sosial dalam masyarakat. “Kadang-kadang
pakaian yang pantas bagi keturunan terhormat (todeceng) diberikan sebagai tanda kesukaan,” tulisnya.
Pada kalimat
selanjutnya, Andaya mengutip Noorduyn (1955:238), jika Gilireng yang sekarang
masuk dalam kabupaten Wajo, pada masa lalu statusnya bagi Kerajaan adalah budak
(ata). Tapi, “ketika penguasa
Gilireng mengorbankan hidup untuk atasannya, penguasa Wajo, dia mengangkat
Gilireng dari status budak menjadi anak bagi Wajo.”
Bagaimana penjelasan
kelas sosial ini, Andaya, melanjutkan, jika di dasar pada hirarki hubungan
antar negara adalah hubungan antara tuan (puang)
dan budak (ata’). Kerajaan bawahan
yang berperang melawan kerajaan atasannya dan berhasil dikalahkan akan
kehilangan status terdahulunya dan terperosok ke posisi budak.
Saya kira,
hasil-hasil penelitian sejarah semacam itu akan menjadi sangat penting dalam
memahami kerangka sosial politik di setiap wilayah pada masa lalu. Bahwa, para
budak dapat saja menjadi tuan.
Namun Iriani,
dalam penelitian ini tak menjelaskan, bagaimana tari Mangaru dan apakah memiliki hubungan dengan penjelasan mengenai strata
sosial. Apakah tarian ini bagian dari strategi memasuki istana? Atau tari ini telah
ada jauh sebelum kebesaran kerajaan Luwu?
Tapi apapun
itu, melaporkan penelitian ke polisi bagi saya adalah sikap tergesa-gesa? Bukan
tidak mungkin mendatangi kantor tempat Iriani bekerja dan meminta penjelasan. Tapi,
Dan jika Iriani dinyatakan bersalah kemudian ditahan apakah itu akan mengubah
keadaan? Saya kira, dalam rilis komunitas masyarakat Rongkong, selain akan
melakukan aksi demonstrasi. Mereka akan membantah “bias” itu.
“Melakukan penelitian
untuk membantah karya ilmiah yang ditulis oleh Iriani khususnya kalimat
yang menyebut “secara tradisional orang Rongkong masuk dalam strata kaunang dan maradeka.”
Dan jika
masyarakat Rongkong, melakukan penelitian tandingan itu, kelak saya dengan sabar
akan menanti. Bukan kah, itu adalah sebuah langkah yang paling elegan dalam dunia
literasi. Dan kita akan disuguhkan debat terbuka, yang memiliki masing-masing
sumber, serta metodelogi.
Sebab, kita
berharap kepolisian tidak melanjutkan laporan itu. Sebab membincangkannya pada
ranah pidana untuk sebuah hasil penelitian dalam publikasi ilmiah tidak lah etis.
Sebab bila, kepolisian menggunakan Undang Undang ITE. Sebab hal itu akan membuat
banyak orang berdiri bersama Iriani.
0 comments:
Posting Komentar